Rabu, 09 Maret 2016



KARAKTERISTIK PERILAKU MENYIMPANG


Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Bagaimanakah karakteristik dari perilaku menyimpang? Mari simak bahasan berikut.



TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai karakteristik perilaku menyimpang.

Menurut J. Dwi Narwoko (2006), secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah:
a) Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya, memakai sandal butut ke acara resmi, membolos sekolah, tidak mengenakan seragam dengan rapi, merokok di area bebas rokok, membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.
b) Tindakan yang antisosial atau asosial, yakni tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan dimaksud, misalnya, menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, minum minuman keras, terlibat dalam dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual, dan lainnya.
c) Tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya.
Perilaku menyimpang memiliki sejumlah karakteristik yang dapat diuraikan sebagai berikut:
• Tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Suatu perbuatan disebut menyimpang jika perbuatan tersebut dinyatakan sebagai menyimpang oleh sebagian besar anggota kelompok atau masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. Mengutip pendapat sosiolog S. Howard Becker (1966), bukan tindakan itu sendiri, melainkan reaksi terhadapnya yang menjadikan suatu tindakan dapat dinilai sebagai penyimpangan.
• Penyimpangan-penyimpangan kecil, yang dibiarkan tanpa adanya sanksi, sangat mungkin akan berkembang menjadi penyimpangan yang lebih besar, terlebih bila mendapat penguatan (reinforcement) melalui keterlibatan pelaku dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang.
• Perilaku menyimpang tidak terjadi begitu saja, tetapi berkembang melalui suatu periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi yang melibatkan interpretasi (tafsiran) tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Perilaku menyimpang didukung pula oleh pengendalian diri yang lemah serta longgarnya pengendalian sosial dalam masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak hanya dilakukan oleh individu, tapi tak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok dimaksud biasanya dikembangkan subkultur menyimpang. Contohnya, dalam sebuah geng yang gemar melakukan penyimpangan, seperti penodongan, pemalakan, tindak kekerasan, bolos sekolah, tawuran, merokok, dan corat-coret tembok, umumnya terdapat sekumpulan norma, nilai, kebiasaan, serta gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan. Mereka mungkin saja terbiasa menggunakan kekerasan sebagai alat komunikasi, memberontak terhadap tatanan yang ada sebagai ungkapan kebutuhan akan kebebasan, dan sebagainya.
• Terdapat yang disebut ’relativitas penyimpangan’. Artinya, karena kelompok-kelompok maupun masyarakat memiliki nilai dan norma yang berbeda, maka sesuatu yang menyimpang bagi kelompok tertentu mungkin saja tidak dianggap menyimpang oleh kelompok lain.
• Ada perilaku menyimpang yang bisa diterima dan ada yang ditolak. Perilaku menyimpang yang bersifat nonconform umumnya masih dapat ditolerir. Penolakan yang cukup signifikan mulai tampak pada tindakan yang antisosial atau asosial, namun pelakunya masih dapat diterima oleh masyarakat apabila memiliki kesadaran untuk memperbaiki diri dan mengubah kelakuannya sendiri.
Sedangkan terhadap tindakan kriminal, masyarakat menolak sepenuhnya. Pelaku hanya dapat diterima kembali apabila telah menjalani proses berikut:
• Desosialisasi, dimana pelaku mengalami ”pencabutan” diri menyimpang yang dimilikinya dan,
• Resosialisasi, dimana pelaku diberi suatu diri baru yang taat nilai dan norma.
Proses desosialisasi dan resosialisasi ini berlangsung dalam lembaga pemasyarakatan.
• Mayoritas orang tidak sepenuhnya menaati peraturan sehingga ada bentuk perilaku menyimpang yang relatif atau tersamar dan ada juga yang mutlak. Seringkali, seseorang mematuhi sebagian norma untuk menutupi penyimpangannya terhadap norma lain. Perilaku menyimpang adakalanya menjadi ancaman bagi ketertiban dalam masyarakat. Tapi, dapat juga menjadi alat pemeliharaan stabilitas sosial, salah satunya, membantu menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

RANGKUMAN


1) Menurut J. Dwi Narwoko (2006), secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah tindakan yang nonconform, tindakan yang antisosial atau asosial, dan tindakan kriminal.
2) Perilaku menyimpang memiliki sejumlah karakteristik. Di antaranya, tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Selain itu, perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi.