Senin, 22 Agustus 2016
Rabu, 09 Maret 2016
KARAKTERISTIK PERILAKU MENYIMPANG
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Bagaimanakah karakteristik dari perilaku menyimpang? Mari simak bahasan berikut.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai karakteristik perilaku menyimpang.
Menurut J. Dwi Narwoko (2006), secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah:
a) Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya, memakai sandal butut ke acara resmi, membolos sekolah, tidak mengenakan seragam dengan rapi, merokok di area bebas rokok, membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.
b) Tindakan yang antisosial atau asosial, yakni tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan dimaksud, misalnya, menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, minum minuman keras, terlibat dalam dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual, dan lainnya.
c) Tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya.
a) Tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada. Contohnya, memakai sandal butut ke acara resmi, membolos sekolah, tidak mengenakan seragam dengan rapi, merokok di area bebas rokok, membuang sampah sembarangan, dan sebagainya.
b) Tindakan yang antisosial atau asosial, yakni tindakan yang melawan kebiasaan masyarakat atau kepentingan umum. Bentuk tindakan dimaksud, misalnya, menarik diri dari pergaulan, menolak untuk berteman, keinginan bunuh diri, minum minuman keras, terlibat dalam dunia prostitusi atau pelacuran, penyimpangan seksual, dan lainnya.
c) Tindakan kriminal, yaitu tindakan yang nyata-nyata telah melanggar aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain. Contohnya, pencurian, perampokan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan sebagainya.
Perilaku menyimpang memiliki sejumlah karakteristik yang dapat diuraikan sebagai berikut:
• Tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Suatu perbuatan disebut menyimpang jika perbuatan tersebut dinyatakan sebagai menyimpang oleh sebagian besar anggota kelompok atau masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. Mengutip pendapat sosiolog S. Howard Becker (1966), bukan tindakan itu sendiri, melainkan reaksi terhadapnya yang menjadikan suatu tindakan dapat dinilai sebagai penyimpangan.
• Penyimpangan-penyimpangan kecil, yang dibiarkan tanpa adanya sanksi, sangat mungkin akan berkembang menjadi penyimpangan yang lebih besar, terlebih bila mendapat penguatan (reinforcement) melalui keterlibatan pelaku dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang.
• Perilaku menyimpang tidak terjadi begitu saja, tetapi berkembang melalui suatu periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi yang melibatkan interpretasi (tafsiran) tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Perilaku menyimpang didukung pula oleh pengendalian diri yang lemah serta longgarnya pengendalian sosial dalam masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak hanya dilakukan oleh individu, tapi tak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok dimaksud biasanya dikembangkan subkultur menyimpang. Contohnya, dalam sebuah geng yang gemar melakukan penyimpangan, seperti penodongan, pemalakan, tindak kekerasan, bolos sekolah, tawuran, merokok, dan corat-coret tembok, umumnya terdapat sekumpulan norma, nilai, kebiasaan, serta gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan. Mereka mungkin saja terbiasa menggunakan kekerasan sebagai alat komunikasi, memberontak terhadap tatanan yang ada sebagai ungkapan kebutuhan akan kebebasan, dan sebagainya.
• Terdapat yang disebut ’relativitas penyimpangan’. Artinya, karena kelompok-kelompok maupun masyarakat memiliki nilai dan norma yang berbeda, maka sesuatu yang menyimpang bagi kelompok tertentu mungkin saja tidak dianggap menyimpang oleh kelompok lain.
• Ada perilaku menyimpang yang bisa diterima dan ada yang ditolak. Perilaku menyimpang yang bersifat nonconform umumnya masih dapat ditolerir. Penolakan yang cukup signifikan mulai tampak pada tindakan yang antisosial atau asosial, namun pelakunya masih dapat diterima oleh masyarakat apabila memiliki kesadaran untuk memperbaiki diri dan mengubah kelakuannya sendiri.
Sedangkan terhadap tindakan kriminal, masyarakat menolak sepenuhnya. Pelaku hanya dapat diterima kembali apabila telah menjalani proses berikut:
• Desosialisasi, dimana pelaku mengalami ”pencabutan” diri menyimpang yang dimilikinya dan,
• Resosialisasi, dimana pelaku diberi suatu diri baru yang taat nilai dan norma.
Proses desosialisasi dan resosialisasi ini berlangsung dalam lembaga pemasyarakatan.
• Mayoritas orang tidak sepenuhnya menaati peraturan sehingga ada bentuk perilaku menyimpang yang relatif atau tersamar dan ada juga yang mutlak. Seringkali, seseorang mematuhi sebagian norma untuk menutupi penyimpangannya terhadap norma lain. Perilaku menyimpang adakalanya menjadi ancaman bagi ketertiban dalam masyarakat. Tapi, dapat juga menjadi alat pemeliharaan stabilitas sosial, salah satunya, membantu menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
• Tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Suatu perbuatan disebut menyimpang jika perbuatan tersebut dinyatakan sebagai menyimpang oleh sebagian besar anggota kelompok atau masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut. Mengutip pendapat sosiolog S. Howard Becker (1966), bukan tindakan itu sendiri, melainkan reaksi terhadapnya yang menjadikan suatu tindakan dapat dinilai sebagai penyimpangan.
• Penyimpangan-penyimpangan kecil, yang dibiarkan tanpa adanya sanksi, sangat mungkin akan berkembang menjadi penyimpangan yang lebih besar, terlebih bila mendapat penguatan (reinforcement) melalui keterlibatan pelaku dengan orang atau kelompok yang juga menyimpang.
• Perilaku menyimpang tidak terjadi begitu saja, tetapi berkembang melalui suatu periode waktu dan juga sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksi yang melibatkan interpretasi (tafsiran) tentang kesempatan untuk bertindak menyimpang. Perilaku menyimpang didukung pula oleh pengendalian diri yang lemah serta longgarnya pengendalian sosial dalam masyarakat.
• Perilaku menyimpang tidak hanya dilakukan oleh individu, tapi tak jarang juga dilakukan secara berkelompok. Dalam kelompok dimaksud biasanya dikembangkan subkultur menyimpang. Contohnya, dalam sebuah geng yang gemar melakukan penyimpangan, seperti penodongan, pemalakan, tindak kekerasan, bolos sekolah, tawuran, merokok, dan corat-coret tembok, umumnya terdapat sekumpulan norma, nilai, kebiasaan, serta gaya hidup yang berbeda dari kultur dominan. Mereka mungkin saja terbiasa menggunakan kekerasan sebagai alat komunikasi, memberontak terhadap tatanan yang ada sebagai ungkapan kebutuhan akan kebebasan, dan sebagainya.
• Terdapat yang disebut ’relativitas penyimpangan’. Artinya, karena kelompok-kelompok maupun masyarakat memiliki nilai dan norma yang berbeda, maka sesuatu yang menyimpang bagi kelompok tertentu mungkin saja tidak dianggap menyimpang oleh kelompok lain.
• Ada perilaku menyimpang yang bisa diterima dan ada yang ditolak. Perilaku menyimpang yang bersifat nonconform umumnya masih dapat ditolerir. Penolakan yang cukup signifikan mulai tampak pada tindakan yang antisosial atau asosial, namun pelakunya masih dapat diterima oleh masyarakat apabila memiliki kesadaran untuk memperbaiki diri dan mengubah kelakuannya sendiri.
Sedangkan terhadap tindakan kriminal, masyarakat menolak sepenuhnya. Pelaku hanya dapat diterima kembali apabila telah menjalani proses berikut:
• Desosialisasi, dimana pelaku mengalami ”pencabutan” diri menyimpang yang dimilikinya dan,
• Resosialisasi, dimana pelaku diberi suatu diri baru yang taat nilai dan norma.
Proses desosialisasi dan resosialisasi ini berlangsung dalam lembaga pemasyarakatan.
• Mayoritas orang tidak sepenuhnya menaati peraturan sehingga ada bentuk perilaku menyimpang yang relatif atau tersamar dan ada juga yang mutlak. Seringkali, seseorang mematuhi sebagian norma untuk menutupi penyimpangannya terhadap norma lain. Perilaku menyimpang adakalanya menjadi ancaman bagi ketertiban dalam masyarakat. Tapi, dapat juga menjadi alat pemeliharaan stabilitas sosial, salah satunya, membantu menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
RANGKUMAN
1) Menurut J. Dwi Narwoko (2006), secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah tindakan yang nonconform, tindakan yang antisosial atau asosial, dan tindakan kriminal.
2) Perilaku menyimpang memiliki sejumlah karakteristik. Di antaranya, tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Selain itu, perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi.
2) Perilaku menyimpang memiliki sejumlah karakteristik. Di antaranya, tidak ada satu pun perilaku menyimpang yang berdiri sendiri. Selain itu, perilaku menyimpang tidak melekat pada suatu tindakan tertentu, melainkan konsekuensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi.
Rabu, 17 Februari 2016
pengertian integrasi nasional
Pengertian integrasi nasional
Istilah integrasi nasional berasal dari dua kata, yaitu integrasi dan nasional.Istilah integrasi mempunyai arti pembaruan atau penyatuan sehingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Istilah nasional mempunyai pengertian kebangsaan, bersifat bangsa sendiri, meliputi suatu bangsa seperti cita-cita nasional, tarian nasional, dan perusahaan nasional.
Menurut Claude Ake integrasi nasional pada dasarnya mencakup 2 (dua) masalah pokok berikut.
a. Bagaimana membuat rakyat tunduk dan patuh kepada tuntutan-tuntutan negara, yang mencakup perkara pengakuan rakyat terhadap hak-hak yang dimiliki negara.
b. Bagaimana meningkatkan konsensus normatif yang mengatur perilaku politik setiap anggota masyarakat, konsensus ini tumbuh dan berkembang di atas nilai-nilai dasar yang dimiliki bangsa secara keseluruhan
Sedangkan menurut pakar sosiologi, Manricce Duverger, integrasi didefinisikan sebagai dibangunnya hubungan saling ketergantungan antaranggota-anggota dalam masyarakat. Sehingga integrasi merupakan proses mempersatukan masyarakat, yang cenderung membuatnya menjadi harmonis dan didasarkan pada tatanan yang oleh anggota-anggotanya dianggap sama harmonisnya.
Dari dua pengertian tersebut pada hakikatnya integrasi merupakan upaya politik atau kekuasaan untuk menyatukan semua unsur masyarakat yang majemuk harus tunduk kepada aturan-aturan kebijakan politik yang dibangun dari nilai-nilai kultur yang ada dalam masyarakat majemuk tadi, sehingga terjadi kesepakatan. Integrasi tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi yang instensif (dengan tetap mengakui adanya perbedaan).
Kemudian jalan menuju proses integrasi tidak selalu lancar atau mulus. Seringkali menemukan hambatan-hambatan, itu jelas ada seperti adanya primordialisme, suku, ras, agama, dan bahasa.
Dalam setiap kebijakan pemerintah selalu ada reaksi setuju dan tidak setuju, hal tersebut adalah wajar apabila suatu negara dibentuk dari suatu masyarakat yang majemuk, ada yang merasa diuntungkan dan ada yang merasa dirugikan oleh kebijakan tersebut. Kelompok yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan tersebut akan merasa tidak puas, maka kelompok tersebut akan menyalurkan kekecewaannya dalam masyarakat melalui kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Integrasi masyarakat dalam negara tercapai apabila:
a. Tercapainya kesepakatan dari sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai sosial tertentu yang bersifat fundamental dan krusial.
b. Sebagian besar anggotanya terhimpun dalam berbagai unit sosial yang saling mengawasi dalam aspek-aspek sosial yang potensial.
c. Terjadinya saling ketergantungan di antara kelompok-kelompok sossial yang terhimpun di dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi secara menyeluruh.
Itulah yang dimaksud integrasi nasional, sekarang anda sudah tahu kan, semoga penjelasan diatas bermanfaat.
Selasa, 19 Januari 2016
DINAMIKA DALAM KELOMPOK SOSIAL
DINAMIKA DALAM KELOMPOK SOSIAL
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal. Bagaimanakah dinamika dalam kelompok sosial? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai dinamika dalam kelompok sosial.
Kelompok sosial bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan. Pada umumnya, kelompok sosial mengalami perubahan sebagai akibat dari proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola dalam kelompok tersebut (faktor internal). Namun, perkembangan dan perubahan dalam kelompok sosial juga dapat disebabkan oleh faktor eksternal.
1. Faktor Internal
Proses formasi ataupun reformasi dari pola-pola yang ada dalam kelompok sosial menyebabkan perubahan atau dinamika dalam kelompok tersebut. Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antar bagian dalam kelompok itu sendiri. Konflik umumnya disebabkan oleh tiga faktor berikut:
• ada bagian dalam kelompok yang ingin merebut kekuasaan dengan cara mengorbankan bagian lain dalam kelompok tersebut,
• ada kepentingan yang tidak seimbang di antara bagian-bagian dalam kelompok sehingga timbul ketidakadilan,
• ada perbedaan paham tentang cara-cara untuk memenuhi tujuan kelompok.
• Ketiga hal tersebut dapat mengakibatkan perpecahan dalam suatu kelompok yang pada akhirnya menimbulkan dinamika atau perubahan.
• ada bagian dalam kelompok yang ingin merebut kekuasaan dengan cara mengorbankan bagian lain dalam kelompok tersebut,
• ada kepentingan yang tidak seimbang di antara bagian-bagian dalam kelompok sehingga timbul ketidakadilan,
• ada perbedaan paham tentang cara-cara untuk memenuhi tujuan kelompok.
• Ketiga hal tersebut dapat mengakibatkan perpecahan dalam suatu kelompok yang pada akhirnya menimbulkan dinamika atau perubahan.
2. Faktor Eksternal
Dinamika kelompok sosial pun bisa terjadi karena adanya faktor-faktor eksternal berikut:
• Perubahan situasi
Perubahan situasi berupa ancaman dari luar seringkali merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial ataupun dinamika dalam kelompok. Situasi dari luar yang dianggap membahayakan bagi suatu kelompok dapat memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan para anggota yang ada dalam kelompok tersebut untuk mementingkan diri sendiri.
• Pergantian anggota-anggota kelompok
Pada dasarnya, pergantian anggota dalam suatu kelompok sosial tidak akan membawa perubahan pada struktur kelompok tersebut. Contohnya, pada tubuh TNI sering terjadi pergantian personel, tapi tidak mengakibatkan perubahan struktur secara keseluruhan. Akan tetapi, ada kelompok sosial tertentu yang mengalami kegoncang-goncangan ketika ditinggalkan salah seorang anggotanya, terlebih lagi bila anggota tersebut memiliki peran dan kedudukan penting, contohnya disorganisasi keluarga. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang bercerai (broken home) akan mengalami kegoncangan karena mereka kehilangan figur seorang ayah atau ibu yang memiliki peran penting dalam keluarga mereka. Kegoncangan tersebut akan semakin memuncak ketika ada orang dari luar (ayah tiri atau ibu tiri) yang menggantikan figur tersebut.
• Perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi
Masalah sosial dan krisis ekonomi yang dialami suatu masyarakat dapat mengakibatkan terjadinya dinamika dalam kelompok-kelompok sosialnya. Hubungan antar anggota kelompok yang semula harmonis, misalnya, dapat serta-merta berubah menjadi konfliktual dan penuh persaingan akibat usaha masing-masing anggota untuk bertahan menghadapi masalah maupun krisis.
• Modernisasi
Modernisasi ialah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Modernisasi identik dengan suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya terarah dan didasarkan pada suatu perencanaan. Modernisasi, dengan segala gejalanya, mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk kelompok sosial.
• Perubahan situasi
Perubahan situasi berupa ancaman dari luar seringkali merupakan faktor pendorong terjadinya perubahan struktur kelompok sosial ataupun dinamika dalam kelompok. Situasi dari luar yang dianggap membahayakan bagi suatu kelompok dapat memperkuat rasa persatuan dan mengurangi keinginan para anggota yang ada dalam kelompok tersebut untuk mementingkan diri sendiri.
• Pergantian anggota-anggota kelompok
Pada dasarnya, pergantian anggota dalam suatu kelompok sosial tidak akan membawa perubahan pada struktur kelompok tersebut. Contohnya, pada tubuh TNI sering terjadi pergantian personel, tapi tidak mengakibatkan perubahan struktur secara keseluruhan. Akan tetapi, ada kelompok sosial tertentu yang mengalami kegoncang-goncangan ketika ditinggalkan salah seorang anggotanya, terlebih lagi bila anggota tersebut memiliki peran dan kedudukan penting, contohnya disorganisasi keluarga. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang bercerai (broken home) akan mengalami kegoncangan karena mereka kehilangan figur seorang ayah atau ibu yang memiliki peran penting dalam keluarga mereka. Kegoncangan tersebut akan semakin memuncak ketika ada orang dari luar (ayah tiri atau ibu tiri) yang menggantikan figur tersebut.
• Perubahan yang terjadi dalam situasi sosial dan ekonomi
Masalah sosial dan krisis ekonomi yang dialami suatu masyarakat dapat mengakibatkan terjadinya dinamika dalam kelompok-kelompok sosialnya. Hubungan antar anggota kelompok yang semula harmonis, misalnya, dapat serta-merta berubah menjadi konfliktual dan penuh persaingan akibat usaha masing-masing anggota untuk bertahan menghadapi masalah maupun krisis.
• Modernisasi
Modernisasi ialah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang. Modernisasi identik dengan suatu bentuk dari perubahan sosial yang biasanya terarah dan didasarkan pada suatu perencanaan. Modernisasi, dengan segala gejalanya, mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk kelompok sosial.
RANGKUMAN
1) Kelompok sosial bukan merupakan kelompok yang statis.
2) Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan.
2) Setiap kelompok sosial pasti mengalami perkembangan serta perubahan.
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT SIFAT DAN PROSES
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT SIFAT DAN PROSES
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal. Bagaimanakah klasifikasi kelompok sosial menurut sifat dan proses? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai klasifikasi kelompok sosial menurut sifat dan proses.
Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Tetapi, ada juga yang merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan tersebut adalah kedekatan dan kesamaan.
• Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan geografis maupun emosional terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Individu membentuk kelompok bermain dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Individu hampir dapat dipastikan pula akan lebih memilih bergabung dengan kelompok kegiatan sosial bersifat lokal. Suatu kelompok sosial tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan berhubungan. Dengan perkataan lain, kedekatan meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial.
• Kesamaan
Tak pelak harus diakui bahwa orang lebih suka berhubungan dengan orang lain yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya. Kesamaan dimaksud mencakup kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat kecerdasan, atau karakter-karakter personal lain. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki seseorang dengan orang-orang lain maka kian besar pula kemungkinan mereka akan membentuk kelompok sosial.
• Kedekatan
Pengaruh tingkat kedekatan geografis maupun emosional terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Individu membentuk kelompok bermain dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Individu hampir dapat dipastikan pula akan lebih memilih bergabung dengan kelompok kegiatan sosial bersifat lokal. Suatu kelompok sosial tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan berhubungan. Dengan perkataan lain, kedekatan meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial.
• Kesamaan
Tak pelak harus diakui bahwa orang lebih suka berhubungan dengan orang lain yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya. Kesamaan dimaksud mencakup kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat kecerdasan, atau karakter-karakter personal lain. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki seseorang dengan orang-orang lain maka kian besar pula kemungkinan mereka akan membentuk kelompok sosial.
Perilaku kelompok, sebagaimana semua perilaku sosial, sangat dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku dalam kelompok bersangkutan. Sebagaimana dalam kehidupan sosial pada umumnya, kegiatan anggota-anggota kelompok tidak muncul secara acak. Setiap kelompok memiliki suatu pandangan tentang perilaku mana yang dianggap pantas untuk dilakukan para anggotanya (norma). Hal mana dipastikan mengarahkan interaksi kelompok.
Berdasarkan sifat dan proses sosialnya, Burhan Bungin (2008) membedakan kelompok sosial atas :
• Kelompok Formal-Sekunder
Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat formal, sekunder, memiliki aturan dan struktur yang tegas (menyangkut tujuan, pola hubungan, pedoman perilaku, perekrutan anggota, pergantian kepemimpinan), serta dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh dari kelompok formal-sekunder adalah OSIS, Karang Taruna, Pramuka, partai politik, organisasi kepemudaan, organisasi profesi, dan sebagainya.
• Kelompok Formal-Primer
Kelompok formal-primer memiliki aturan dan struktur yang jelas, namun fungsi-fungsi struktur tersebut cenderung dilaksanakan secara bergotong royong atau guyub. Terbentuknya berdasarkan tujuan yang abstrak maupun konkret. Hubungan antar anggotanya bersifat sangat mendasar, penuh dengan cinta dan kasih sayang, serta memungkinkan tumbuhnya rasa persaudaraan yang bercorak emosional. Contoh dari kelompok formal-primer, misalnya, keluarga inti, kelompok kekerabatan, dan kelompok-kelompok primordial.
• Kelompok Informal-Sekunder
Adalah kelompok sosial yang umumnya informal dan keberadaannya bersifat sekunder. Kelompok ini relatif kurang mengikat, tidak memiliki aturan atau pun struktur yang tegas, dan dapat saja dibentuk berdasarkan kepentingan sesaat atau tujuan-tujuan pribadi. Contohnya, antara lain, kelompok persahabatan, klik, geng, kelompok percintaan (pacaran), dan lainnya.
• Kelompok Informal-Primer
Terbentuk karena pembentukan sifat-sifat di luar kelompok formal-primer, yang tidak dapat diwadahi oleh kelompok tersebut. Contohnya, dalam suatu kelompok etnis di perantauan yang bercorak primordial, hubungan-hubungan antar anggota tidak lagi terbatas dalam lingkup keorganisasian maupun pencapaian tujuan kelompok, tapi telah meluas membentuk hubungan-hubungan yang sangat pribadi dan mendalam. Anggota-anggotanya berinteraksi secara intensif dalam kehidupan sehari-hari.
• Kelompok Formal-Sekunder
Adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat formal, sekunder, memiliki aturan dan struktur yang tegas (menyangkut tujuan, pola hubungan, pedoman perilaku, perekrutan anggota, pergantian kepemimpinan), serta dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Contoh dari kelompok formal-sekunder adalah OSIS, Karang Taruna, Pramuka, partai politik, organisasi kepemudaan, organisasi profesi, dan sebagainya.
• Kelompok Formal-Primer
Kelompok formal-primer memiliki aturan dan struktur yang jelas, namun fungsi-fungsi struktur tersebut cenderung dilaksanakan secara bergotong royong atau guyub. Terbentuknya berdasarkan tujuan yang abstrak maupun konkret. Hubungan antar anggotanya bersifat sangat mendasar, penuh dengan cinta dan kasih sayang, serta memungkinkan tumbuhnya rasa persaudaraan yang bercorak emosional. Contoh dari kelompok formal-primer, misalnya, keluarga inti, kelompok kekerabatan, dan kelompok-kelompok primordial.
• Kelompok Informal-Sekunder
Adalah kelompok sosial yang umumnya informal dan keberadaannya bersifat sekunder. Kelompok ini relatif kurang mengikat, tidak memiliki aturan atau pun struktur yang tegas, dan dapat saja dibentuk berdasarkan kepentingan sesaat atau tujuan-tujuan pribadi. Contohnya, antara lain, kelompok persahabatan, klik, geng, kelompok percintaan (pacaran), dan lainnya.
• Kelompok Informal-Primer
Terbentuk karena pembentukan sifat-sifat di luar kelompok formal-primer, yang tidak dapat diwadahi oleh kelompok tersebut. Contohnya, dalam suatu kelompok etnis di perantauan yang bercorak primordial, hubungan-hubungan antar anggota tidak lagi terbatas dalam lingkup keorganisasian maupun pencapaian tujuan kelompok, tapi telah meluas membentuk hubungan-hubungan yang sangat pribadi dan mendalam. Anggota-anggotanya berinteraksi secara intensif dalam kehidupan sehari-hari.
RANGKUMAN
1) Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan.
2) Berdasarkan sifat dan proses sosialnya, Burhan Bungin (2008) membedakan kelompok sosial atas tiga jenis.
2) Berdasarkan sifat dan proses sosialnya, Burhan Bungin (2008) membedakan kelompok sosial atas tiga jenis.
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT KEJELASAN STRUKTUR
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT KEJELASAN STRUKTUR
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal. Bagaimanakah klasifikasi kelompok sosial menurut kejelasan struktur? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai klasifikasi kelompok sosial menurut kejelasan struktur.
Berdasarkan kriteria kejelasan struktur, kelompok sosial dapat dibedakan atas kelompok sosial teratur dan kelompok sosial tidak teratur. Kelompok sosial teratur merupakan kelompok yang dapat dijelaskan struktur, norma, dan perannya. Kelompok sosial teratur bisa dibedakan lagi atas sejumlah kriteria, yakni :
1) Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok
a) Kelompok primer (primary group)
Kelompok primer ditandai dengan adanya hubungan yang erat dimana anggota-anggotanya saling mengenal dan seringkali berkomunikasi secara langsung bertatapan (face to face). Selain itu, juga terdapat ikatan psikologis serta kerja sama bersifat pribadi.
Menurut Charles Horton Cooley, kondisi-kondisi fisik kelompok primer dapat diuraikan:
• Tidak cukup hanya hubungan saling mengenal saja, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa anggota-anggotanya secara fisik harus saling berdekatan.
• Jumlah anggotanya harus kecil, agar dapat saling mengenal dan bertemu muka.
• Hubungan antara anggota-anggotanya cenderung permanen.
Sedangkan sifat-sifat hubungan dalam kelompok primer, masih menurut Charles Horton Cooley, ialah:
• Sifat utama hubungan primer ialah adanya kesamaan tujuan di antara para anggotanya, yang berarti bahwa masing-masing individu mempunyai keinginan dan sikap yang sama dalam usahanya untuk mencapai tujuan, serta salah satu pihak harus rela berkorban demi kepentingan pihak lainnya.
• Hubungan primer ini harus secara sukarela, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan tidak merasakan adanya penekanan-penekanan, melainkan memperoleh kebebasan.
• Hubungan primer melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Bagi mereka yang mengadakan hubungan juga harus menyangkut segenap kepribadiannya, misalnya perasaan, sifat, dan sebagainya.
Contoh kelompok primer adalah keluarga, kelompok persahabatan, kelompok kerja, dan lainnya.
b) Kelompok sekunder (secondary group)
Pada kelompok sekunder, jumlah anggotanya banyak sehingga tidak saling mengenal, hubungan relatif renggang dimana anggotanya tak perlu saling mengenal secara pribadi, dan sifatnya tidak permanen. Hubungan cenderung pada hubungan formal, karena sedikit sekali terdapat kontak di antara para anggotanya. Kontak baru dilakukan bila ada kepentingan dan tujuan tertentu saja.
2) Berdasarkan derajat organisasinya
a) Kelompok formal (formal group)
Kelompok formal merupakan organisasi kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja dibuat oleh anggota-anggotanya untuk ditaati serta mengatur hubungan antar anggota.
Karena merupakan organisasi yang resmi, maka pastinya terdapat struktur organisasi dan hierarkhi di antara anggota-anggota kelompok bersangkutan.
b) Kelompok informal (informal group)
Kelompok informal adalah organisasi kelompok yang tidak resmi serta tak memiliki struktur ataupun organisasi. Biasanya kelompok ini dibentuk atas dasar pengalaman-pengalaman dan kepentingan-kepentingan yang sama dari para anggotanya.
Karena tidak mengenal aturan tertulis, maka loyalitas antar anggota sangat menonjol. Para anggota umumnya dapat saling mengenal secara pribadi dan sering bertatap muka. Jadi, dapat dikatakan bahwa sifat maupun ciri kelompok informal nyaris sama dengan kelompok primer.
1) Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok
a) Kelompok primer (primary group)
Kelompok primer ditandai dengan adanya hubungan yang erat dimana anggota-anggotanya saling mengenal dan seringkali berkomunikasi secara langsung bertatapan (face to face). Selain itu, juga terdapat ikatan psikologis serta kerja sama bersifat pribadi.
Menurut Charles Horton Cooley, kondisi-kondisi fisik kelompok primer dapat diuraikan:
• Tidak cukup hanya hubungan saling mengenal saja, akan tetapi yang terpenting adalah bahwa anggota-anggotanya secara fisik harus saling berdekatan.
• Jumlah anggotanya harus kecil, agar dapat saling mengenal dan bertemu muka.
• Hubungan antara anggota-anggotanya cenderung permanen.
Sedangkan sifat-sifat hubungan dalam kelompok primer, masih menurut Charles Horton Cooley, ialah:
• Sifat utama hubungan primer ialah adanya kesamaan tujuan di antara para anggotanya, yang berarti bahwa masing-masing individu mempunyai keinginan dan sikap yang sama dalam usahanya untuk mencapai tujuan, serta salah satu pihak harus rela berkorban demi kepentingan pihak lainnya.
• Hubungan primer ini harus secara sukarela, sehingga pihak-pihak yang bersangkutan tidak merasakan adanya penekanan-penekanan, melainkan memperoleh kebebasan.
• Hubungan primer melekat pada kepribadian seseorang dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Bagi mereka yang mengadakan hubungan juga harus menyangkut segenap kepribadiannya, misalnya perasaan, sifat, dan sebagainya.
Contoh kelompok primer adalah keluarga, kelompok persahabatan, kelompok kerja, dan lainnya.
b) Kelompok sekunder (secondary group)
Pada kelompok sekunder, jumlah anggotanya banyak sehingga tidak saling mengenal, hubungan relatif renggang dimana anggotanya tak perlu saling mengenal secara pribadi, dan sifatnya tidak permanen. Hubungan cenderung pada hubungan formal, karena sedikit sekali terdapat kontak di antara para anggotanya. Kontak baru dilakukan bila ada kepentingan dan tujuan tertentu saja.
2) Berdasarkan derajat organisasinya
a) Kelompok formal (formal group)
Kelompok formal merupakan organisasi kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja dibuat oleh anggota-anggotanya untuk ditaati serta mengatur hubungan antar anggota.
Karena merupakan organisasi yang resmi, maka pastinya terdapat struktur organisasi dan hierarkhi di antara anggota-anggota kelompok bersangkutan.
b) Kelompok informal (informal group)
Kelompok informal adalah organisasi kelompok yang tidak resmi serta tak memiliki struktur ataupun organisasi. Biasanya kelompok ini dibentuk atas dasar pengalaman-pengalaman dan kepentingan-kepentingan yang sama dari para anggotanya.
Karena tidak mengenal aturan tertulis, maka loyalitas antar anggota sangat menonjol. Para anggota umumnya dapat saling mengenal secara pribadi dan sering bertatap muka. Jadi, dapat dikatakan bahwa sifat maupun ciri kelompok informal nyaris sama dengan kelompok primer.
RANGKUMAN
1) Berdasarkan besar kecilnya jumlah anggota kelompok, kelompok sosial dapat dibedakan atas Kelompok Primer dan Kelompok Sekunder.
2) Berdasarkan derajat organisasinya, kelompok sosial dapat dibedakan atas kelompok formal dan kelompok informal.
2) Berdasarkan derajat organisasinya, kelompok sosial dapat dibedakan atas kelompok formal dan kelompok informal.
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT AHLI
KLASIFIKASI KELOMPOK SOSIAL MENURUT AHLI
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal. Bagaimanakah klasifikasi kelompok sosial menurut ahli? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai klasifikasi kelompok sosial menurut ahli.
Beberapa ahli sosial mengklasifikasikan kelompok sosial atas beberapa tipe dan bentuk, di antaranya :
1) Emile Durkheim (1858-1917) **
Emile Durkheim, dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society (1968) membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanis dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organis.
• Kelompok dengan Solidaritas Mekanis
Dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh warga masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, bersifat ekstrem serta memaksa.
Pada umumnya, spesialisasi (keahlian, pembagian kerja) individu tidak menonjol karena siapa pun dapat melakukan semua hal, sehingga kedudukan masyarakat dipandang lebih penting daripada kedudukan individu. Sebagai contoh, jika salah seorang anggota meninggalkan kelompok, maka takkan terlalu dirasakan oleh anggota lainnya. Peran anggota tadi akan dengan mudahnya digantikan oleh anggota lain secara mekanis.
Kelompok-kelompok dengan solidaritas mekanis umumnya ditemui pada masyarakat yang masih segmental (sederhana), misalnya di kawasan pedesaan.
• Kelompok dengan Solidaritas Organis
Masyarakat dengan solidaritas organis telah mengenal pembagian kerja yang terperinci sehingga dipersatukan oleh rasa kesalingtergantungan (interdependency) antar bagian. Pada masyarakat ini, ikatan utama yang mempersatukannya bukan lagi kesadaran kolektif, melainkan kesepakatan yang terjalin di antara berbagai profesi. Hukum yang menonjol bukan hukum pidana, melainkan ikatan hukum perdata.
Kelompok-kelompok dengan organis umumnya terdapat dalam masyarakat yang kompleks, misalnya di kawasan perkotaan.
2) *Ferdinand Tonnies (1855-1936) *
Dalam bukunya yang berjudul Gemeinschaft und Gesellschaft, Ferdinand Tonnies (dalam Sunarto, 2008) membuat perbedaan antara dua jenis kelompok yang dinamakannyagemeinschaft dan gesellschaft. Bentuk kelompok sosial semacam ini oleh Prof. Djojodigoeno, sosiolog dari Universitas Gajah Mada, diterjemahkan sebagai kelompok paguyuban dan patembayan.
• Kelompok Paguyuban *
Paguyuban (gemeinschaft) adalah suatu bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta relatif langgeng. Dasar hubungannya adalah rasa cinta dan kepedulian nyata. Kelompok paguyuban sering dikaitkan dengan masyarakat desa atau masyarakat komunal dengan ciri-ciri adanya ikatan kebersamaan (kolektif) dilandasi oleh kesetiakawanan sosial dan kegotongroyongan yang sangat kuat.
• *Kelompok Patembayan
Kelompok patembayan (gesellschaft) identik dengan masyarakat kota. Kelompok patembayan sengaja dibentuk dan diorganisasikan oleh sejumlah orang untuk memenuhi kepentingan tertentu. Sekumpulan orang memang hadir bersama tapi masing-masing tetap mandiri dan mementingkan pamrih. Corak hubungan cenderung bersifat sementara dan semu, misalnya terbatas di bidang ekonomi, profesi, dan politik.
3) **Robert Bierstedt (1913–1998)
Robert Bierstedt membedakan kelompok sosial, sebagai berikut:
• *Kelompok asosiasi (associational group) *
Para anggotanya mempunyai kesadaran jenis, persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama, ada kontak dan komunikasi, di antara para anggota dijumpai adanya ikatan organisasi formal.
Contohnya, OSIS, Pramuka, karang taruna, dan lainnya.
• *Kelompok sosial (social group) *
Anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain, tapi tidak terikat dalam ikatan organisasi.
Contohnya, kelompok teman, kerabat.
• *Kelompok kemasyarakatan (societal group) *
Kelompok yang hanya memiliki kesadaran akan persamaan di antara mereka. Belum ada kontak dan komunikasi di antara mereka, dan juga tak ada organisasi.
Contohnya, pengelompokan penduduk menurut jenis kelamin.
• *Kelompok statistik (statistical group) *
Tidak memenuhi seluruh kriteria Bierstedt. Kelompok statistik hanya ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan para ilmuwan sosial.
Contohnya, pengelompokan penduduk menurut usia dalam Sensus Penduduk.
1) Emile Durkheim (1858-1917) **
Emile Durkheim, dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society (1968) membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanis dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organis.
• Kelompok dengan Solidaritas Mekanis
Dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh warga masyarakat diikat oleh kesadaran kolektif, yaitu suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, bersifat ekstrem serta memaksa.
Pada umumnya, spesialisasi (keahlian, pembagian kerja) individu tidak menonjol karena siapa pun dapat melakukan semua hal, sehingga kedudukan masyarakat dipandang lebih penting daripada kedudukan individu. Sebagai contoh, jika salah seorang anggota meninggalkan kelompok, maka takkan terlalu dirasakan oleh anggota lainnya. Peran anggota tadi akan dengan mudahnya digantikan oleh anggota lain secara mekanis.
Kelompok-kelompok dengan solidaritas mekanis umumnya ditemui pada masyarakat yang masih segmental (sederhana), misalnya di kawasan pedesaan.
• Kelompok dengan Solidaritas Organis
Masyarakat dengan solidaritas organis telah mengenal pembagian kerja yang terperinci sehingga dipersatukan oleh rasa kesalingtergantungan (interdependency) antar bagian. Pada masyarakat ini, ikatan utama yang mempersatukannya bukan lagi kesadaran kolektif, melainkan kesepakatan yang terjalin di antara berbagai profesi. Hukum yang menonjol bukan hukum pidana, melainkan ikatan hukum perdata.
Kelompok-kelompok dengan organis umumnya terdapat dalam masyarakat yang kompleks, misalnya di kawasan perkotaan.
2) *Ferdinand Tonnies (1855-1936) *
Dalam bukunya yang berjudul Gemeinschaft und Gesellschaft, Ferdinand Tonnies (dalam Sunarto, 2008) membuat perbedaan antara dua jenis kelompok yang dinamakannyagemeinschaft dan gesellschaft. Bentuk kelompok sosial semacam ini oleh Prof. Djojodigoeno, sosiolog dari Universitas Gajah Mada, diterjemahkan sebagai kelompok paguyuban dan patembayan.
• Kelompok Paguyuban *
Paguyuban (gemeinschaft) adalah suatu bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta relatif langgeng. Dasar hubungannya adalah rasa cinta dan kepedulian nyata. Kelompok paguyuban sering dikaitkan dengan masyarakat desa atau masyarakat komunal dengan ciri-ciri adanya ikatan kebersamaan (kolektif) dilandasi oleh kesetiakawanan sosial dan kegotongroyongan yang sangat kuat.
• *Kelompok Patembayan
Kelompok patembayan (gesellschaft) identik dengan masyarakat kota. Kelompok patembayan sengaja dibentuk dan diorganisasikan oleh sejumlah orang untuk memenuhi kepentingan tertentu. Sekumpulan orang memang hadir bersama tapi masing-masing tetap mandiri dan mementingkan pamrih. Corak hubungan cenderung bersifat sementara dan semu, misalnya terbatas di bidang ekonomi, profesi, dan politik.
3) **Robert Bierstedt (1913–1998)
Robert Bierstedt membedakan kelompok sosial, sebagai berikut:
• *Kelompok asosiasi (associational group) *
Para anggotanya mempunyai kesadaran jenis, persamaan kepentingan pribadi maupun kepentingan bersama, ada kontak dan komunikasi, di antara para anggota dijumpai adanya ikatan organisasi formal.
Contohnya, OSIS, Pramuka, karang taruna, dan lainnya.
• *Kelompok sosial (social group) *
Anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu dengan yang lain, tapi tidak terikat dalam ikatan organisasi.
Contohnya, kelompok teman, kerabat.
• *Kelompok kemasyarakatan (societal group) *
Kelompok yang hanya memiliki kesadaran akan persamaan di antara mereka. Belum ada kontak dan komunikasi di antara mereka, dan juga tak ada organisasi.
Contohnya, pengelompokan penduduk menurut jenis kelamin.
• *Kelompok statistik (statistical group) *
Tidak memenuhi seluruh kriteria Bierstedt. Kelompok statistik hanya ada dalam arti analitis dan merupakan hasil ciptaan para ilmuwan sosial.
Contohnya, pengelompokan penduduk menurut usia dalam Sensus Penduduk.
RANGKUMAN
1) Emile Durkheim, dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour in Society (1968) membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanis dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organis.
2) Dalam bukunya yang berjudul Gemeinschaft und Gesellschaft, Ferdinand Tonnies (dalam Sunarto, 2008) membuat perbedaan antara dua jenis kelompok yang dinamakannyagemeinschaft dan gesellschaft.
2) Dalam bukunya yang berjudul Gemeinschaft und Gesellschaft, Ferdinand Tonnies (dalam Sunarto, 2008) membuat perbedaan antara dua jenis kelompok yang dinamakannyagemeinschaft dan gesellschaft.
TEORI PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL
TEORI PEMBENTUKAN KELOMPOK SOSIAL
Kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga di antara individu-individu itu telah terdapat pembagian tugas maupun struktur dan norma tertentu yang khas. Bagaimanakah teori pembentukan kelompok sosial? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai teori pembentukan kelompok sosial.
Secara teoretis, untuk membahas lebih mendalam mengenai proses pembentukan kelompok sosial, dapat dikemukakan beberapa teori penting:
1) Teori Aktivitas-Interaksi-Sentimen
Teori yang dikemukakan oleh George C. Homans ini mengemukakan bahwa kelompok terbentuk karena individu-individu melakukan aktivitas bersama secara intensif sehingga memperluas wujud dan cakupan interaksi di antara mereka. Pada akhirnya, akan muncul sentimen (emosi atau perasaan) keterikatan satu sama lain sebagai faktor pembentuk kelompok sosial.
2) Teori Alasan Praktis
Teori alasan praktis (practicalities of group formation) dari H. Joseph berasumsi bahwa individu bergabung dalam suatu kelompok untuk memenuhi beragam kebutuhan praktis.
Abraham H. Maslow mengidentifikasi beberapa kebutuhan praktis tersebut, yaitu:
• kebutuhan-kebutuhan fisik (udara, air, makanan, pakaian),
• kebutuhan rasa aman,
• kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi,
• kebutuhan terhadap penghargaan (dari dirinya sendiri dan orang lain),
• kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (menggali segenap potensi) dan bertumbuh.
3) Teori Hubungan Pribadi
Teori ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (Fundamental Interpersonal Relation Orientation Behavior) dan dikemukakan oleh W.C. Schutz. Inti teori FIRO-B ialah bahwa manusia berkelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hubungan antar pribadi, yakni :
• Kebutuhan inklusi, yakni kebutuhan untuk terlibat dan tergabung dalam suatu kelompok.
• Kebutuhan kontrol, yaitu kebutuhan akan arahan, petunjuk, serta pedoman berperilaku dalam kelompok.
• Kebutuhan afeksi, yakni kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dalam kelompok.
Sejalan dengan itu, W.C. Schutz membagi anggota kelompok atas dua tipe, yaitu :
• Tipe yang membutuhkan (wanted), yaitu membutuhkan inklusi (ingin diajak, ingin dilibatkan), membutuhkan kontrol (ingin mendapat arahan, ingin dibimbing), dan membutuhkan afeksi (ingin diperhatikan, ingin disayangi).
• Tipe yang memberi (expressed), yakni memberi inklusi (mengajak, melibatkan orang lain), memberi kontrol (mengarahkan, memimpin, membimbing), dan memberi afeksi (memperhatikan, menyayangi).
4) Teori Identitas Sosial
Teori yang dikemukakan oleh M. Billig ini menegaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya sekumpulan orang-orang yang menyadari atau mengetahui adanya satu identitas sosial bersama. Adapun identitas sosial dapat dimaknai sebagai proses yang mengikatkan individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu menyadari diri sosial (social self) atau status yang melekat padanya. Kesamaan identitas lantas menjadi faktor pemersatu individu hingga membentuk suatu kelompok sosial.
5) Teori Identitas Kelompok
Teori yang dikembangkan oleh D.L. Horowitz ini mengemukakan bahwa individu-individu dapat mengelompok karena memiliki kesamaan identitas etnis atau suku bangsa. Identitas etnis tersebut, misalnya, mewujud pada ciri fisik (baik bawaan lahir maupun akibat perlakuan tertentu seperti dikhitan), kebiasaan hidup, bahasa, atau ekspresi budaya.
6) *Teori Kedekatan (Propinquity) *
Teori ini dikemukakan oleh Fred Luthans. Asumsi teori propinquity ialah bahwa seseorang berkelompok dengan orang lain disebabkan adanya kedekatan ruang dan daerah (spatial and geographical proximity). Sebagai contoh, seorang pelajar yang duduk berdekatan dengan seorang pelajar lain di kelas akan lebih mudah membentuk kelompok, dibanding dengan pelajar yang berbeda kelas. Dalam suatu kantor, pegawai-pegawai yang bekerja seruangan juga akan mudah mengelompok, dibandingkan pegawai-pegawai yang secara fisik terpisahkan satu sama lain.
1) Teori Aktivitas-Interaksi-Sentimen
Teori yang dikemukakan oleh George C. Homans ini mengemukakan bahwa kelompok terbentuk karena individu-individu melakukan aktivitas bersama secara intensif sehingga memperluas wujud dan cakupan interaksi di antara mereka. Pada akhirnya, akan muncul sentimen (emosi atau perasaan) keterikatan satu sama lain sebagai faktor pembentuk kelompok sosial.
2) Teori Alasan Praktis
Teori alasan praktis (practicalities of group formation) dari H. Joseph berasumsi bahwa individu bergabung dalam suatu kelompok untuk memenuhi beragam kebutuhan praktis.
Abraham H. Maslow mengidentifikasi beberapa kebutuhan praktis tersebut, yaitu:
• kebutuhan-kebutuhan fisik (udara, air, makanan, pakaian),
• kebutuhan rasa aman,
• kebutuhan untuk menyayangi dan disayangi,
• kebutuhan terhadap penghargaan (dari dirinya sendiri dan orang lain),
• kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (menggali segenap potensi) dan bertumbuh.
3) Teori Hubungan Pribadi
Teori ini disebut juga sebagai teori FIRO-B (Fundamental Interpersonal Relation Orientation Behavior) dan dikemukakan oleh W.C. Schutz. Inti teori FIRO-B ialah bahwa manusia berkelompok untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam hubungan antar pribadi, yakni :
• Kebutuhan inklusi, yakni kebutuhan untuk terlibat dan tergabung dalam suatu kelompok.
• Kebutuhan kontrol, yaitu kebutuhan akan arahan, petunjuk, serta pedoman berperilaku dalam kelompok.
• Kebutuhan afeksi, yakni kebutuhan akan kasih sayang dan perhatian dalam kelompok.
Sejalan dengan itu, W.C. Schutz membagi anggota kelompok atas dua tipe, yaitu :
• Tipe yang membutuhkan (wanted), yaitu membutuhkan inklusi (ingin diajak, ingin dilibatkan), membutuhkan kontrol (ingin mendapat arahan, ingin dibimbing), dan membutuhkan afeksi (ingin diperhatikan, ingin disayangi).
• Tipe yang memberi (expressed), yakni memberi inklusi (mengajak, melibatkan orang lain), memberi kontrol (mengarahkan, memimpin, membimbing), dan memberi afeksi (memperhatikan, menyayangi).
4) Teori Identitas Sosial
Teori yang dikemukakan oleh M. Billig ini menegaskan bahwa kelompok terbentuk karena adanya sekumpulan orang-orang yang menyadari atau mengetahui adanya satu identitas sosial bersama. Adapun identitas sosial dapat dimaknai sebagai proses yang mengikatkan individu pada kelompoknya dan menyebabkan individu menyadari diri sosial (social self) atau status yang melekat padanya. Kesamaan identitas lantas menjadi faktor pemersatu individu hingga membentuk suatu kelompok sosial.
5) Teori Identitas Kelompok
Teori yang dikembangkan oleh D.L. Horowitz ini mengemukakan bahwa individu-individu dapat mengelompok karena memiliki kesamaan identitas etnis atau suku bangsa. Identitas etnis tersebut, misalnya, mewujud pada ciri fisik (baik bawaan lahir maupun akibat perlakuan tertentu seperti dikhitan), kebiasaan hidup, bahasa, atau ekspresi budaya.
6) *Teori Kedekatan (Propinquity) *
Teori ini dikemukakan oleh Fred Luthans. Asumsi teori propinquity ialah bahwa seseorang berkelompok dengan orang lain disebabkan adanya kedekatan ruang dan daerah (spatial and geographical proximity). Sebagai contoh, seorang pelajar yang duduk berdekatan dengan seorang pelajar lain di kelas akan lebih mudah membentuk kelompok, dibanding dengan pelajar yang berbeda kelas. Dalam suatu kantor, pegawai-pegawai yang bekerja seruangan juga akan mudah mengelompok, dibandingkan pegawai-pegawai yang secara fisik terpisahkan satu sama lain.
RANGKUMAN
1) Secara teoretis, untuk membahas lebih mendalam mengenai proses pembentukan kelompok sosial, dapat dikemukakan beberapa teori penting.
KARAKTERISTIK DAN MANFAAT KELOMPOK SOSIAL
KARAKTERISTIK DAN MANFAAT KELOMPOK SOSIAL
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal. Bagaimanakah karakteristik dan manfaat kelompok sosial? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai karakteristik dan manfaat kelompok sosial.
Menurut Abu Ahmadi, suatu kumpulan individu hanya dapat disebut sebagai kelompok sosial bila memiliki sejumlah karakteristik berikut:
1) Setiap individu harus memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah anggota atau bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2) Terdapat hubungan timbal balik di antara individu-individu yang tergabung dalam kelompok.
3) Adanya faktor-faktor yang sama dan dapat mempererat hubungan mereka yang tergabung dalam kelompok. Faktor-faktor tersebut, antara lain, nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, dan sebagainya.
4) Berstruktur, berkaidah, serta mempunyai pola perilaku yang membedakannya dari kelompok lain.
5) Bersistem dan berproses untuk mencapai suatu tujuan yang diketahui serta disepakati bersama.
1) Setiap individu harus memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah anggota atau bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2) Terdapat hubungan timbal balik di antara individu-individu yang tergabung dalam kelompok.
3) Adanya faktor-faktor yang sama dan dapat mempererat hubungan mereka yang tergabung dalam kelompok. Faktor-faktor tersebut, antara lain, nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, dan sebagainya.
4) Berstruktur, berkaidah, serta mempunyai pola perilaku yang membedakannya dari kelompok lain.
5) Bersistem dan berproses untuk mencapai suatu tujuan yang diketahui serta disepakati bersama.
Selain itu, M. Sherif dan C.W. Sherif juga menguraikan karakteristik kelompok sosial, antara lain:
• Adanya interaksi
Interaksi adalah saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu lainnya (mutual influences). Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non-verbal, emosional, dan sebagainya, yang merupakan salah satu sifat dari kehidupan kelompok.
• Adanya tujuan
Orang-orang yang tergabung dalam kelompok lazimnya memiliki beberapa tujuan atau pun alasan. Tujuan dapat bersifat intrinsik, misalnya tergabung dalam kelompok memberikan perasaan nyaman dan bahagia. Pada sisi lain, bisa juga bersifat ekstrinsik, yakni demi mencapai suatu tujuan yang tak mungkin dicapai secara individual, tapi dapat diraih jika bersama-sama. Ini disebut dengan common goals (tujuan bersama), yang acap kali menjadi faktor pemersatu kelompok.
• Terdapat struktur yang jelas
Kelompok biasanya mempunyai struktur (a stable pattern of relationships among members). Ini berarti bahwa peran, norma, dan hubungan antar anggota diatur secara jelas. Peran dari masing-masing anggota disesuaikan dengan kedudukan serta kemampuannya. Norma dirumuskan sebagai aturan yang mengatur perilaku anggota kelompok. Sedangkan hubungan antar anggota (intermember relation) dapat didasarkan atas banyak faktor, seperti otoritas, ketertarikan, dan sebagainya.
• Adanya perasaan sebagai kesatuan
Dalam hal ini, kelompok sosial dipersepsikan sebagai suatu keseluruhan (unified whole), dimana tiap anggota merasa dirinya sebagai satu kesatuan dengan sejumlah anggota lain.
• Adanya interaksi
Interaksi adalah saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu lainnya (mutual influences). Interaksi dapat berlangsung secara fisik, non-verbal, emosional, dan sebagainya, yang merupakan salah satu sifat dari kehidupan kelompok.
• Adanya tujuan
Orang-orang yang tergabung dalam kelompok lazimnya memiliki beberapa tujuan atau pun alasan. Tujuan dapat bersifat intrinsik, misalnya tergabung dalam kelompok memberikan perasaan nyaman dan bahagia. Pada sisi lain, bisa juga bersifat ekstrinsik, yakni demi mencapai suatu tujuan yang tak mungkin dicapai secara individual, tapi dapat diraih jika bersama-sama. Ini disebut dengan common goals (tujuan bersama), yang acap kali menjadi faktor pemersatu kelompok.
• Terdapat struktur yang jelas
Kelompok biasanya mempunyai struktur (a stable pattern of relationships among members). Ini berarti bahwa peran, norma, dan hubungan antar anggota diatur secara jelas. Peran dari masing-masing anggota disesuaikan dengan kedudukan serta kemampuannya. Norma dirumuskan sebagai aturan yang mengatur perilaku anggota kelompok. Sedangkan hubungan antar anggota (intermember relation) dapat didasarkan atas banyak faktor, seperti otoritas, ketertarikan, dan sebagainya.
• Adanya perasaan sebagai kesatuan
Dalam hal ini, kelompok sosial dipersepsikan sebagai suatu keseluruhan (unified whole), dimana tiap anggota merasa dirinya sebagai satu kesatuan dengan sejumlah anggota lain.
Walau struktur dalam kelompok adakalanya dirasakan membatasi, toh individu di mana pun tetap bergabung menjadi anggota kelompok tertentu. Ini karena kelompok memberikan manfaat bagi individu. Menurut Burn, kelompok memiliki manfaat berikut:
a) Kelompok memenuhi kebutuhan individu untuk merasa berarti dan dimiliki. Adanya kelompok membuat individu tidak merasa sendirian, sebab ada orang lain yang membutuhkan serta menyayanginya.
b) Kelompok adalah sumber identitas diri. Individu yang tergabung dalam kelompok dapat mendefinisikan dirinya, ia mengenali dirinya sebagai anggota suatu kelompok, dan bertingkah laku sesuai norma kelompok itu.
c) Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan diri anggota kelompok. Adanya banyak orang lain, dalam hal ini anggota kelompok, dapat memberi informasi tentang beragam hal, termasuk membantu memahami diri dari perspektif berbeda.
a) Kelompok memenuhi kebutuhan individu untuk merasa berarti dan dimiliki. Adanya kelompok membuat individu tidak merasa sendirian, sebab ada orang lain yang membutuhkan serta menyayanginya.
b) Kelompok adalah sumber identitas diri. Individu yang tergabung dalam kelompok dapat mendefinisikan dirinya, ia mengenali dirinya sebagai anggota suatu kelompok, dan bertingkah laku sesuai norma kelompok itu.
c) Kelompok sebagai sumber informasi tentang dunia dan diri anggota kelompok. Adanya banyak orang lain, dalam hal ini anggota kelompok, dapat memberi informasi tentang beragam hal, termasuk membantu memahami diri dari perspektif berbeda.
RANGKUMAN
1) Menurut Abu Ahmadi, suatu kumpulan individu hanya dapat disebut sebagai kelompok sosial bila memiliki sejumlah karakteristik.
2) Walau struktur dalam kelompok adakalanya dirasakan membatasi, toh individu di mana pun tetap bergabung menjadi anggota kelompok tertentu. Ini karena kelompok memberikan manfaat bagi individu.
2) Walau struktur dalam kelompok adakalanya dirasakan membatasi, toh individu di mana pun tetap bergabung menjadi anggota kelompok tertentu. Ini karena kelompok memberikan manfaat bagi individu.
HAKIKAT KELOMPOK SOSIAL
Manusia sejatinya memiliki hasrat untuk hidup berkelompok dan hidup bersama dengan orang lain. Bagaimanakah hakikat kelompok sosial dalam masyarakat? Berikut penjelasannya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai hakikat kelompok sosial dalam masyarakat.
Pada hakikatnya, manusia memang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk pribadi, sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin hidup tanpa berkelompok. Abu Ahmadi (2009) mengemukakan bahwa kelompok sosial adalah faktor utama yang akan memampukan manusia tumbuh dan berkembang sebagaimana wajarnya. Sementara Emory S. Bogardus (2008) menyebut betapa tukar-menukar pengalaman (social experiences) yang terjadi dalam kehidupan berkelompok memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian manusia.
Lebih lanjut, kelompok-kelompok sosial terbentuk karena adanya hasrat dalam diri manusia itu sendiri. Hasrat tersebut, antara lain, sebagai berikut :
• Hasrat sosial, yaitu hasrat manusia untuk menghubungkan dirinya dengan individu atau kelompok lain.
• Hasrat bergaul, yaitu hasrat untuk bergaul atau bergabung dengan orang-orang maupun kelompok lain.
• Hasrat memberitahukan, yaitu hasrat manusia untuk menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
• Hasrat meniru, yaitu hasrat manusia untuk meniru suatu gejala, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, baik untuk sebagian ataupun keseluruhan.
• Hasrat berjuang, yaitu hasrat manusia untuk mengalahkan lawan atau berjuang untuk mempertahankan hidupnya.
• Hasrat bersatu, yaitu hasrat manusia untuk bersatu dengan lainnya agar tercipta kekuatan bersama, mengingat adanya kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah.
Sejumlah ahli memberikan definisi tentang kelompok sosial, sebagai berikut :
1) Burhan Bungin
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal.
2) D.W. Johnson dan F.P. Johnson
Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), dimana masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari kesalingtergantungan secara positif dalam mencapai suatu tujuan bersama.
3) J.P. Chaplin
Kelompok adalah sekelompok individu yang memiliki kesamaan dalam sejumlah karakteristik tertentu atau memiliki tujuan yang sama. Antara orang-orang tersebut saling berinteraksi, walaupun interaksi tidak perlu langsung dan tatap muka.
Sebagai tambahan, McDougall menyatakan sejumlah hal mengenai kelompok sosial:
a) Perilaku dan struktur yang khas dari suatu kelompok tetap ada, walaupun anggotanya berganti-ganti. Anggota kelompok dapat silih berganti datang dan pergi, namun nilai, norma, serta pembagian tugas dalam kelompok akan bertahan sebagaimana adanya.
b) Pengalaman-pengalaman kelompok direkam dalam ingatan. Setiap anggota biasanya memiliki pengalaman berkesan dalam kehidupan berkelompok atau berhubungan dengan kelompok lain. Pengalaman-pengalaman tersebut, disadari atau pun tidak, memiliki pengaruh terhadap pembentukan dan perubahan kepribadian.
George Simmel menambahkan bahwa, ketika dalam kesendirian sekali pun, individu membawa kenangan dan imajinasi tentang orang-orang lain yang mempengaruhi pikiran juga tindakannya.
c) Kelompok mampu merespons secara keseluruhan terhadap rangsang yang tertuju kepada salah satu bagiannya. Ini menunjukkan adanya solidaritas atau kekompakan antar anggota kelompok.
d) Kelompok menunjukkan adanya dorongan-dorongan. Suatu kelompok dapat mendorong anggota-anggotanya untuk berperilaku positif atau pun negatif.
e) Kelompok menunjukkan emosi yang bervariasi. Dalam suatu kelompok, para anggota mungkin saja memiliki emosi (perasaan) berbeda terhadap suatu obyek yang sama. Meski demikian, perbedaan emosi tersebut umumnya dapat diatasi jika terdapat kepentingan untuk mencapai tujuan kelompok.
f) Kelompok menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan kolektif (bersama). Ketika hendak mengambil keputusan menyangkut kepentingan kelompok, lazimnya akan didahului oleh perundingan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima sebagian besar anggota. Selain itu, individu yang menjadi anggota dari suatu kelompok sosial pun biasanya selalu mempertimbangkan kelompoknya sebelum bersikap atau berperilaku.
Lebih lanjut, kelompok-kelompok sosial terbentuk karena adanya hasrat dalam diri manusia itu sendiri. Hasrat tersebut, antara lain, sebagai berikut :
• Hasrat sosial, yaitu hasrat manusia untuk menghubungkan dirinya dengan individu atau kelompok lain.
• Hasrat bergaul, yaitu hasrat untuk bergaul atau bergabung dengan orang-orang maupun kelompok lain.
• Hasrat memberitahukan, yaitu hasrat manusia untuk menyampaikan perasaannya kepada orang lain.
• Hasrat meniru, yaitu hasrat manusia untuk meniru suatu gejala, baik secara diam-diam maupun terang-terangan, baik untuk sebagian ataupun keseluruhan.
• Hasrat berjuang, yaitu hasrat manusia untuk mengalahkan lawan atau berjuang untuk mempertahankan hidupnya.
• Hasrat bersatu, yaitu hasrat manusia untuk bersatu dengan lainnya agar tercipta kekuatan bersama, mengingat adanya kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah.
Sejumlah ahli memberikan definisi tentang kelompok sosial, sebagai berikut :
1) Burhan Bungin
Kelompok sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan yang bersifat guyub atau pun formal.
2) D.W. Johnson dan F.P. Johnson
Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), dimana masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari kesalingtergantungan secara positif dalam mencapai suatu tujuan bersama.
3) J.P. Chaplin
Kelompok adalah sekelompok individu yang memiliki kesamaan dalam sejumlah karakteristik tertentu atau memiliki tujuan yang sama. Antara orang-orang tersebut saling berinteraksi, walaupun interaksi tidak perlu langsung dan tatap muka.
Sebagai tambahan, McDougall menyatakan sejumlah hal mengenai kelompok sosial:
a) Perilaku dan struktur yang khas dari suatu kelompok tetap ada, walaupun anggotanya berganti-ganti. Anggota kelompok dapat silih berganti datang dan pergi, namun nilai, norma, serta pembagian tugas dalam kelompok akan bertahan sebagaimana adanya.
b) Pengalaman-pengalaman kelompok direkam dalam ingatan. Setiap anggota biasanya memiliki pengalaman berkesan dalam kehidupan berkelompok atau berhubungan dengan kelompok lain. Pengalaman-pengalaman tersebut, disadari atau pun tidak, memiliki pengaruh terhadap pembentukan dan perubahan kepribadian.
George Simmel menambahkan bahwa, ketika dalam kesendirian sekali pun, individu membawa kenangan dan imajinasi tentang orang-orang lain yang mempengaruhi pikiran juga tindakannya.
c) Kelompok mampu merespons secara keseluruhan terhadap rangsang yang tertuju kepada salah satu bagiannya. Ini menunjukkan adanya solidaritas atau kekompakan antar anggota kelompok.
d) Kelompok menunjukkan adanya dorongan-dorongan. Suatu kelompok dapat mendorong anggota-anggotanya untuk berperilaku positif atau pun negatif.
e) Kelompok menunjukkan emosi yang bervariasi. Dalam suatu kelompok, para anggota mungkin saja memiliki emosi (perasaan) berbeda terhadap suatu obyek yang sama. Meski demikian, perbedaan emosi tersebut umumnya dapat diatasi jika terdapat kepentingan untuk mencapai tujuan kelompok.
f) Kelompok menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan kolektif (bersama). Ketika hendak mengambil keputusan menyangkut kepentingan kelompok, lazimnya akan didahului oleh perundingan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima sebagian besar anggota. Selain itu, individu yang menjadi anggota dari suatu kelompok sosial pun biasanya selalu mempertimbangkan kelompoknya sebelum bersikap atau berperilaku.
RANGKUMAN
1) Pada hakikatnya, manusia memang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk pribadi, sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin hidup tanpa berkelompok.
2) Abu Ahmadi (2009) mengemukakan bahwa kelompok sosial adalah faktor utama yang akan memampukan manusia tumbuh dan berkembang sebagaimana wajarnya.
2) Abu Ahmadi (2009) mengemukakan bahwa kelompok sosial adalah faktor utama yang akan memampukan manusia tumbuh dan berkembang sebagaimana wajarnya.
Langganan:
Postingan (Atom)